KULON PROGO – Tari angguk menjadi salah satu kesenian khas Kabupaten Kulon Progo yang sudah diakui pemerintah sebagai salah satu warisan budaya tak benda. Tari ini sempat populer di era 1990-an dan terus mengalami pasang surut sampai saat ini.
Tari Angguk telah menjadi salah satu identitas Kabupaten Kulon Progo. Tarian ini sudah ada sejak masa lalu, sejak nenek moyang dulu. Dulu tarian ini dimainkan oleh kaum laki-laki. Namun pada 1991, tarian ini dimainkan perempuan muda yang energik sehingga banyak memikat penonton. Tarian inipun booming dan hampir setiap malam dilaksanakan pentas di berbagai daerah yang dihadiri ribuan penonton.
“Tari Angguk ini sudah ada sejak masa lalu tetapi pada 2001 kami tampilkan penari perempuan. Dulunya semua pemain laki-laki,” kata Pimpinan Sanggar Angguk Sri Panglaras, Surajiyo, Jumat (6/12/2024).
Artikel Terkait
Surajiyo mengaku pada 1991 dia bersama istrinya Sri Wuryanti mendirikan Sanggar Tari Angguk Sri Lestari. Sanggar ini didirikan atas arahan seorang camat kala itu yang menyaksikan pentas tari angguk perempuan pada panggung 17 Agustus. Arahan itu muncul setelah penampilan tarian ini mampu menghibur penonton dan mendapat sambutan positif.
Menggunakan bendera Sri Lestari, Seni Angguk bisa berkembang hingga mencapai titik tertinggi. Hampir selama tujuh tahun tari angguk dipilih untuk mengisi hiburan. Apalagi dalam setiap penampilan muncul nama-nama Umi, Prapti yang menjadi magnet tari angguk yang membuat pengunjung terpikat. Tari angguk juga kuat dengan hal mistis yang kerap membuat penari hingga penonton kesurupan.
Namun sayang popularitas tari angguk harus terhenti akibat krisis global. Krisis moneter yang terjadi pada 1998 ikut mmebawa dampak terhadap perkembangan tari angguk.
“Pada 1998, bersamaan krisis moneter pamor tari angguk meredup dan akhirnya sanggar itu bubar,” katanya.
Sebagai seorang seniman, Surajiyo atau dikenal dengan Ki Capang komitmen untuk mengembangkan tari angguk bersama istrinya. Kebetulan istrinya juga penari Ndolalak yang mirip dengan tari angguk di Purworejo. Akhirnya pada 2001 mereka mendirikan Sanggar Sri Panglaras yang sampai saat ini bertahan. Sanggar ini sudah melahirkan ratusan penari angguk hingga tari klasik dan kontemporer. Bahkan sanggar ini juga memberikan ruang bagi penyandang disabilitas untuk berlatih dan menari Angguk.
“Saat Presiden SBY, kami juga pernah tampil di Istana Merdeka,” ujarnya.
Upaya regenerasi Tari Angguk hingga kini tetap berjalan. Banyak anak-anak hingga remaja rela berlatih untuk melestarikan kesenian khas Bumi Menoreh.
Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kulon Progo, Eka Pranyata, mengatakan dinas akan terus memberikan perhatian kepada dunia seni dan budaya. Salah satunya pada pelestarian dan pengembangan Tari Angguk.
“Pemerintah telah mengalokasikan Dana Keistimewaan untuk mendukung pelaku seni di Kulon Progo berinovasi, berkreasi dan mengembangkan potensinya,” katanya.