KULON PROGO – Joko Triyanto, warga Ngulakan, Hargorejo, Kokap sukses menekuni usaha produksi alat panah tradisional atau dikenal dengan jemparing berikut anak panahnya. Usaha ini tidak hanya fokus pada ekonomi namun juga pada pelestarian seni dan budaya.
Usaha JemparingKu ditekuni Joko di rumahnya sejak 2012 silam. Awalnya dia merintis usaha ini karena anak-anak di sekitar tempat tinggalnya banyak bermain motor atau handphone. Agar anaknya tidak ikut-ikutan, dia mencoba menekuni usaha ini sekaligus mengembangkan olahraga.
“Anak saya kecil, ikut beladiri juga kalah. Makanya saya arahkan ke panahan,” katanya.
Artikel Terkait
Awalnya dia memproduksi jemparing secara otodidak. Namun hasilnya kurang maksimal dan kurang diminati pasar. Joko kemudian berguru ke sejumlah perajin jemparing yang ada di beberapa kota, hingga akhirnya kualitas produknya semakin terjaga dan diminati pasar.
Produknya kini telah dikirim ke sejumlah kota di Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan beberapa daerah lain. Satu buah gandewa (alat panah tradisional) dijual dengan harga bervariasi antara Rp 350.000 hingga Rp1,2 juta tergantung jenis kayu yang dipakai. Sedangkan anak panah dijual antara Rp400 ribu ampai Rp800 ribu untuk satu dosin.
“Biasanya kaunya dari galih kelor, kayu sawo atau sonokeling,” katanya.
Dalam satu bulan dia bisa menjual 10-12 unit. Dia juga mmapu menciptakan lapangan kerja, yang menampung lima orang karyawan.
“Saya juga membuat prototype untuk panahan modern yang mengarah ke prestasi,” katanya.
Sekjen Jemparing Bandul Nusantara yang sekaligus juga Kepala Dinas Kebudayaan (Kundho Kabudayan) Kabupaten Kulon Progo, Joko Mursito menyampaikan, jemparingan yang sekarang sedang digalakkan dan dikembangkan adalah jemparingan gagrak mataram, yang berkiblat pada Kasultanan Mataram.
Jemparingan menjadi aktivitas panahan yang dulu hidup dan berkembang di kalangan keraton. Namun setelah era 90-an olahraga tradisional ini mulai dikenalkan ke masyarakat.
Dinas terus melakukan berbagai upaya untuk melestarikan dan mengembangkan jemparingan, tidak hanya sekedar sebagai wujud seni budaya namun menjadi ajang atraksi wisata budaya dan sekaligus juga sebagai olah raga.
“Kemarin kami menggelar Gladen Ageng Jemparingan yang memecahkan rekor MURI karena diikuti 1.474 peserta dari berbagai daerah di Indonesia,” katanya.
Kepala Dinkominfo, Agung Kurniawan mengatakan, Dinas berkomitmen untuk mengangkat potensi olahraga tradisional lokal Kulon Progo agar lebih dikenal masyarakat. Jemparingan sudah menjadi ikon budaya di Kulon Progo yang harus diangkat untuk dipublikasikan dan menyebarluaskan tradisi permainan.
“Sebagai warisan budaya, jemparingan ini harus terus dikenalkan ke masyarakat,” katanya.


















