YOGYAKARTA – Menteri Haji dan Murah telah mengeluarkan surat keputusan No 11 Tahun 2025 Tentang Bandar Udara Embarkasi dan Debarkasi. Bandara Internasional Yogyakarta (YIA) resmi menjadi embarkasi haji mulai tahun 2026 mendatang.
Sekda DIY Ni Made Dwi Panti Indrayanti mengatakan, butuh waktu yang panjang untuk mempersiapkanan Embarkasi Haji Yogyakarta. Proses ini melalui beberapa tahap sejak 2022. Mulai simulasi dan koordinasi hingga kerja sama dengan hotel-hotel di sekitar bandara untuk menjadi tempat jamaah menginap sementara.
“Inisiasi sejak 2022, dilanjut 2023 dan di 2024 sudah mulai tahap simulasi,” kata Sekda DIY Ni Made Dwipanti Indrayanti, Rabu (5/11/2025).
Artikel Terkait
Syarat embarkasi haji minimal 4.000 jamaah atau sekitar 10 kloter, dengan jumlah perkloter 400 jamaah. DIY tidak bisa mengcover seluruh kuota ibu, meskipun ada penambahan dari kuota awal 3.200 menjadi 3.700.
Untuk memenuhi syarat minimal, Pemda DIY menjalin kerja sama dengan Jawa Tengah, dalam hal ini Karesidenan Kedu untuk memastikan kelancaran keberangkatan jamaah. Koordinasi ini dilakukan melalui berbagai pertemuan, termasuk dengan Menteri Haji dan Umrah, untuk memastikan kesiapan Bandara YIA sebagai embarkasi haji.
“Kita ambil Karesidenan Kedu, yang nantinya ada 6 kabupaten ikut di embarkasi DIY,” jelas Ni Made.
Embarkasi di DIY diproyeksi bisa menghemat biaya, karena selama ini biaya terbesar pada transportasi. Jika menggunakan pesawat berbadan besar, seperti Boeing 777 dapat menekan biaya transportasi haji karena mengurangi jumlah penerbangan. Adanya beberapa embarkasi, waktu jamaah di Mekah juga lebih efisien, sehingga biaya hidup dan ongkos haji dapat ditekan.
Penambahan embarkasi di DIY tidak akan mengganggu pengelolaan embarkasi di Solo. Embarkasi DIY ini justru memberi kemudahan dan akses lebih baik bagi masyarakat untuk menunaikan ibadah haji.
Asrama haji nantinya akan menggunakan hotel yang ada di sekitar Bandara YIA. Mereka sudah melakukan kerja sama dengan Hotel Ibis dan Novotel yang lokasinya memungkinkan untuk menjadi tempat embarkasi haji atau asrama sementara. Ini merupakan inovasi baru yang pertama di Indonesia. Dibandingkan pembangunan asrama Haji konvensional, model ini dirasa lebih efektif.
“Ini model baru pertama di Indonesia. Kami harap ini bisa menjadi terobosan untuk pelayanan Haji lebih baik, termasuk bagi keluarga jamaah,” jelas Made.
Apabila jumlah jemaah meningkat, hotel lain di sekitar bandara masih dapat dimanfaatkan. Sistem ini memungkinkan proses keberangkatan dan kepulangan jamaah berlangsung di tempat yang sama, termasuk penyelesaian urusan imigrasinya.
Selain fasilitas hotel, keberadaan sarana pendukung seperti puskesmas dan PLUT turut menjadi pertimbangan agar semua kebutuhan jamaah, mulai dari busana hingga oleh-oleh, dapat terpenuhi. Kolaborasi dan koordinasi dengan pihak daerah dilakukan sejak awal untuk memastikan semua fasilitas dan potensi lokal bisa dimanfaatkan secara optimal.
“Kebutuhan jamaah banyak, mulai dari busana hingga oleh-oleh. Kami sudah koordinasi dengan kepala Bapperida Kulon Progo,”katanya,















